Bahkankepercayaan itu menjadi salah satu rukun keimanan kita. Masalahnya adalah dimana l. Dalam ajaran agama Islam, ada yang disebut qadla’ dan qodar. Bahkan kepercayaan itu menjadi salah satu rukun keimanan kita. Masalahnya adalah dimana l. Mohon tunggu Kategori. Halo Lokal . Halo Lokal; Bandung
Ikhtiardan Maju. Maksudnya kita harus berusaha dan terus berusaha, tidak terhenti di titik keritis seperti hadirnya sang “malas”. Kita tidak boleh menunda untuk belajar atau menunda untuk mengerti karena menunda sama artinya dengan “gagal”, dan ikhtiar di sini maksudnya adalah kita mencari sebisa mungkin berita-berita seputar tes tersebut.
Dalamberikhtiar, Islam mengajarkan agar jangan lekas menyerah. Apabila mencapai sesuatu sesuai degan keinginan, maka bersyukurlah kepada Allah swt. Tetapi apabia mengalami kegagalan, maka pelajarilah lebih dahulu sebab-sebab kegagalan itu. Kemudian usahakan perbaikan-perbaikannya, sehingga kegagalan itu tidak terulang kembali.
Kitatidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepadakita, jika bisa menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian, dan sebenarnya kitatidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yangbisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengansikap terbaik kita.
. Dalam kehidupan, membangun karir di perkantoran atau di bisnis tentu ada naik dan turunnya. Jika sedang berada di atas tentu kita tak perlu khawatir lagi justru hanya kebahagiaan yang menyelimuti. Tapi bila sudah di bawah allonym gagal, pastinya tak henti meratapi kesedihan, marah bahkan tak jarang orang menjadi stres. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan dan tak segera diubah, tentunya tak baik untuk masa depan. Untuk itu, segera bangkitkan diri dari kegagalan. Namun sayangnya, hingga saat ini masih banyak orang yang belum menemukan caranya. Jangan khawatir, berikut ada beberapa langkah tepat yang perlu dilakukan agar Anda bisa bangkit dari kegagalan. Bingung cari Kartu Kredit Terbaik? Cermati punya solusinya! Bandingkan Produk Kartu Kredit Terbaik! 1. Berhenti Menyesali Diri 2. Kegagalan Jadikan Pelajaran Hidup three. Tumbuhkan Sikap Optimis Kedepan iv. Bersyukur dan Bahagia Setiap Waktu v. Gapai Tujuan yang Gagal Dicapai Berjuang dan Tetap Semangat Apabila Usaha Atau Ikhtiar Kita Gagal Sebaiknya Kita Bersikap 1. Berhenti Menyesali Diri Dalam kegagalan seringkali kita menyesali yang terjadi mulai dari diri sendiri, potensi yang dimiliki, dan lainnya. Menyesali beberapa hal tersebut tentu bisa membuat Anda makin terpuruk dan tidak ada perubahan sama sekali. Yakin bahwa potensi diri Anda dan apa yang dilakukan sudah maksimal meski masih menemui kegagalan. Dari sini Anda harus coba untuk menyayangi diri sendiri dengan menggali potensi dan kualitas yang seharusnya ada dan dimiliki. Tumbuhkan rasa percaya diri dari kemampuannya sehingga menjadi individu yang lebih baik ke depan. 2. Kegagalan Jadikan Pelajaran Hidup Kegagalan itu sebuah keniscayaan dalam hidup sehingga pasti terjadi. Rasa kecewa dari kegagalan itu wajar terjadi namun bukan berarti kita patah arang dari hal tersebut. Agar Anda bisa membangun diri dari kegagalan, Anda harus tetap semangat dan jangan pernah dari dalam diri terbesit rasa bersalah dan pupus harapan. Justru jadikan kegagalan sebagai pelajaran hidup, mulai dari memperbaiki diri agar bisa mengalami peningkatan, belajar memperbaiki kesalahan atau hal yang baru, terus mengasah kemampuan dan sebagainya. Baca Juga Kata-Kata Inspiratif dari 7 Orang Sukses yang Pernah Gagal three. Tumbuhkan Sikap Optimis Kedepan Dalam hidup selalu optimis adalah salah satu kunci kesuksesan, baik ketika kondisi baik – baik saja maupun saat menemui kegagalan. Kegagalan bukan berarti kita menjadi pesimis menatap masa depan, namun harus membuat kita selalu optimis terhadap akan hal itu. Jadikan kegagalan sebagai tantangan yang harus dihadapi dengan optimis dari diri sendiri. Jika Anda menanamkan sikap optimis, maka segala tantangan dan kegagalan di masa yang akan datang tidak akan menjadi masalah dan bahkan bisa menjadi menumbuhkan semangat hidup. Optimis juga menjadi cara agar Anda menjadi orang bermental baja serta yang lebih baik, sehingga bisa membangun diri menjadi lebih baik dari kegagalan yang pernah terjadi. iv. Bersyukur dan Bahagia Setiap Waktu Cobalah bersyukur dan tetap bahagia terhadap apa yang sudah dijalani meski dalam waktu gagal. Dengan memiliki sikap seperti ini, Anda akan terbiasa dengan apa yang dimiliki dan juga dilewati selama ini. Selain itu, syukur dan bahagia akan membuat gairah hidup tetap baik dan meningkat. Baca Juga 5 Sebab Bisnis Startup Bisa Gagal v. Gapai Tujuan yang Gagal Dicapai Anda harus siap untuk kembali menggapai tujuan dan cita-cita yang belum tercapai setelah tahu Anda mengalami kegagalan. Coba lakukan semuanya dengan baik dan tekun sehingga kegagalan akan segera dilupakan dan diganti dengan motivasi baru akan tujuan yang belum tercapai. Berjuang dan Tetap Semangat Menggapai kesuksesan memang tak semudah membalikan telapak tangan. Butuh perjuangan keras dan harus mengalami kegagalan berkali-kali. Namun, jadikan semua itu pelajaran untuk terus berjuang menggapai sukses. Tumbuhkan rasa semangat dalam diri, agar Anda tak mengenal rasa lelah hingga sukses berhasil digapai. Baca Juga Bangkitkan Semangat dengan Mudah Hanya dalam x Menit! Source
ArticlePDF Available AbstractSecara konseptual penelitian ini menggambarkan nilai-nilai filosofis ikhtiar pada suatu produk perspektif ekonomi syariah. Mengkaji tentang ikhtiar tidak dapat dipisahkan dari upaya manusia untuk membentuk suatu nilai dalam ajaran islam sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupannya. Filsafat ihktiar dalam Islam merupakan kajian yang belum terungkap sehingga untuk memahami filsafat ikhtiar diperlukan kajian mendalam dari semua aspek. Upaya Manusia dalam dunia ini merupakan iradah Allah SWT yang tidak bisa di ganngu gugat eksistensinya. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jika manusia berusaha ikhtiar mematuhi ajaran agama terkait halal dan haram dalam pekerjaan maupun perilakunya menjalankan kehidupan ekonominya dengan baik dan terarah, baik dari segi produksi, konsumsi, maupun aktifitas pertukaran, maka kehidupan manusia akan barokah,terarah sesuai dengan ajaran dan pedoman dalam syariat islam. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan 3 1 2019. P 1-13 NILAI FILOSOFI IKHTIAR DALAM EKONOMI SYARIAH Secara konseptual penelitian ini menggambarkan nilai-nilai filosofis ikhtiar pada suatu produk perspektif ekonomi syariah. Mengkaji tentang ikhtiar tidak dapat dipisahkan dari upaya manusia untuk membentuk suatu nilai dalam ajaran islam sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupannya. Filsafat ihktiar dalam Islam merupakan kajian yang belum terungkap sehingga untuk memahami filsafat ikhtiar diperlukan kajian mendalam dari semua aspek. Upaya Manusia dalam dunia ini merupakan iradah Allah SWT yang tidak bisa di ganngu gugat eksistensinya. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jika manusia berusaha ikhtiar mematuhi ajaran agama terkait halal dan haram dalam pekerjaan maupun perilakunya menjalankan kehidupan ekonominya dengan baik dan terarah, baik dari segi produksi, konsumsi, maupun aktifitas pertukaran, maka kehidupan manusia akan barokah,terarah sesuai dengan ajaran dan pedoman dalam syariat islam. Email elyantiros Keyword Manajemen, ekonomi mandiri, kualitas layanan pendidikan PROFIT JURNAL KAJIAN EKONOMI DAN PERBANKAN E-ISSN 2597-9434 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Pendahuluan Manusia diciptakan sebagai makhluk berfikir oleh Allah SWT. Anugerah berupa akal memiliki maksud dan tujuan yang istimewa dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Dengan Akal manusia dapat bernalar, berfikir, berkeinginan dan berkemauan. Manusia dapat menentukan pilihan mau berbuat kebaikan ataupun keburukan sekalipun, sesuai dengan kehendaknya. Hingga saat ini kita melihat perkembangan zaman yang begitu pesat karena berkembangnya daya fikir manusia untuk berinovasi dan berkreasi guna memenuhi sarana dan prasarana bagi kehidupan, sehingga manusia merasa hidupnya sejahtera. Disisi lain, ada sekelompok manusia yang mendeskripsikan kehidupan yang mungkin kurang baik bagi dirinya ataupun kurang beruntung dengan istilah “nasib”. Muatan keputus-asaan tergambar dalam istilah “nasib” tersebut. Padahal, ketimpangan “nasib” itu terjadi karena perbedaan penggunaan potensi akal dalam menjalankan kehidupan ini. Penggunaan potensi akal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan inilah yang sering disebut dengan usaha atau ikhtiar. Perolehan prestasi yang berbeda pada setiap individu merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh efek perilaku yang diusahakan. Dalam pemikiran teologi, kata yang menyangkut iradah manusia dalam melakukan perbuatan dan kebebasan berusaha hanya dikenal kata ikhtiar, sunatullah, qadla dan takdir. Secara umum, nasib sebagai kata yang diserupakan maknanya dengan takdir, walaupun ungkapan itu dianggap kurang tepat. Dalam kehidupan beragama, mempercayai takdir yang datangnya dari Allah SWT merupakan kewajiban, pun termasuk rukun iman yang menjadi dasar dari kepercayaan umat islam. Percaya takdir Allah, baik dan buruk, merupakan tuntunan atas komitmen seorang muslim atas keimanan seseorang kepada Allah atas kuasa-Nya terhadap apa yang ada pada makhluk-Nya. Secara sederhana hal ini menjadi berseberangan apabila dikaitkan dengan ikhtiar. Takdir merupakan otoritas Allah dan manusia tidak memiliki kebebasan. Menjadi pertanyaan kemudian, ketika takdir menjadi sebuah ketetapan Allah, dimana posisi ikhtiar pada manusia? Bisa jadi seseorang mengatakan “buat apa sholat dan puasa, toh jika ditakdirkan masuk surga tetap masuk surga”. Pemikiran seperti itulah yang kemudian melemahkan masusia dalam ibadah dan berusaha. Sebenarnya, walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, bukan berarti manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa ada usaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha dan dilarang berputus asa. Manusia merupakan makhluk yang terpaksa dan bebas sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Ia dalam kondisi terpaksa karena terbatasnya kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya serta kondisi lingkungannya. Namun ia juga memiliki kebebasan untuk mementukan pilihan atau sikap terhadap sesuatu dan ini tidak akan ditanya atau diminta pertanggungjawaban mengenai sesuatu yang tidak berkuasa menghindarinya dan tidak bisa memilih. Tetapi pasti akan ditanya tentang sikap dan tindakan yang diberi Za‟ba, Falsafah Takdir dalam Khumaidi, “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia” UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan “kebebasan untuk memilih” free choice antara melakukannya atau tidak. Dengan arti lain, manusia dituntut untuk berusaha agar memperoleh yang terbaik baginya. Berhasil atau tidak upaya yang dilakukan, biarkan takdir yang berjalan al-insan bi at-takhyir wa Allah bi at-takdir.Manusia dikatakan makhluk yang bebas dalam berikhtiar, karena ia melakukan segala tindakan atas dasar akal dan kehendaknya. Menurut Thomas Aquinas, manusia menuntun dirinya sendiri, berkemauan dan berkehendak mengikuti akal fikiran yang dikaruniakan Tuhan. Manusia akan mempertimbangkan untung ruginya suatu pekerjaan yang hendak dilakukan, kemudian memutuskan untuk melakukannya atau meninggalkannya. Ia memiliki kebebasan dalam ikhtiar. Sebab itu, ia berfikir dan mencari kemaslahatan dirinya. Salah satu bukti bahwa manusia memlilik ikhtiar adalah pujian dan celaan yang dilontarkan antar manusia sendiri. Manusia bisa menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan dan memuji ataupun mengecam hasil pekerjaan manusia lain. Apabila tidak ada ikhtiar, maka pujian dan kecaman tersebut tidak ada artinya. Yusuf Ali mengatakan bahwa manusia benar-benar merupakan penciptaan yang sempurna ahsani taqwim. Dimana dalam penciptaan-Nya manusia dibekali dengan sifat serba menyeluruh Illahiyah, yang karenanya manusia pantas menjadi khalifah di bumi. Dan salah satu kualitas unggulan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya pengecualian jin dalam kosmologi spiritual adalah kehendak bebas free will. Dari perspektif persamaan Allah dengan ciptaan-Nya, menurutnya bahwa kehendak bebas manusia adalah cerminan dari kehendak bebas Allah. Menurutnya, kehendak bebas manusia adalah anugerah Allah –sehingga tidaklah sama dengan kehendak Allah, dan oleh karenanya kehendak bebas manusia memiliki kebebasan yang terbatas limited free will. Namun demikian, kehendak bebas manusia dapat melahirkan bentuk kebebasan asasi, sebuah center of power dalam kepribadian atau jiwa manusia. Pada perspektif yang lain juga dikatakan bahwa kehendak bebas manusia yang limited free will hanyalah sekedar sebuah kemampuan atau kekuatan, yang substansinya menempatkannya sebagai pusat tanggung jawab dan lokus ujian Allah atas manusia. Sehingga apapun pilihan perbuatannya, perilaku baik ataupun buruk menjadi tanggung jawabnya sendiri. Dari latar belakang diatas, tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konsep ikhtiar, persoalan disekitar ikhtiar dan filosofi ikhtiar dalam ekonomi syariah. 2 Muhammmad al-Ghazali, SUNNAH NABI; DALAM PANDANGAN AHLI FIKIH DAN AHLI HADIS, terj. Abas M. Basamalah Jakarta, Khatulistiwa press, 2008 3 Masyhuri Mochtar, Hubungan Takdir dan Ikhtiar 4 Filosof terkemuka nasrani dan murid dari seorang filosof bernama Agustinus. 5 Abbas Mahmud Al-Aqqad, FILSAFAT QURAN FILSAFAT, SPIRITUAL DAN SOSIAL DALAM ISYARAT QUR‟AN, Cet II Jakarta Pustaka Firdaus, 1996 Rofa‟ah, Akhlak, dalam Khumaidi,” IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup Manusia. Cendikiawan asal India dengan tafsir fenomenalnya yang berjudul The Holy Qur‟an M Syamsul Hady, dalam Khumaidi,” Ikhtiar dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup manusia. Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDIA ISLAM INDONESIA Jakarta, Djambatan 1992 410 Ahmad Amin, AL-AHLAQ tp, tt, terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma‟ruf, ETIKA Ilmu Akhlak, Jakarta Bulan Bintang, 1995 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Hakikat Ikhtiar Ikhtiar secara etimologis berasal dari kata kerja dalam Bahasa arab yang berarti memilih, satu akar dengan kata yang berarti baik. Dengan demikian ikhtiar berarti memilih mana yang lebih baik diantara yang berdasar pada asal kata tersebut, ikhtiar diartikan memilih mana yang lebih baik diantara yang ada, atau mencari hasil yang lebih baik. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ikhtiar berarti alat, syarat untuk mencapai maksud; daya upaya; pilihan; pertimbangan, kehendak, pendapat, bebas, orang harus berusaha jika ingin mencapai suatu maksud tercapai atau tidaknya tergantung nasib. Ikhtiar adalah usaha yang dilakukan dengan segala daya upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari‟at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan merupakan usaha yang ditentukan sendiri, dimana manusia berbuat sebagai pribadi dan tidak diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginan sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Segala kebutuhan, keinginan, cita-cita dan harapan dapat dicapai dengan cara usaha. Diam hanya akan melahirkan kekecewaan, kegagalan dan kesialan. Tidak ada keberuntungan diraih dangan berpangku tangan dan tidak mungkin emas jatuh tiba-tiba dari langit. Semuanya ada proses dan waktu. Islam mengajarkan dan melarang bersifat fatalistik atau berputus asa, ikhtiar adalah usaha manusia untuk memnuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sunguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya, tetapi bila usaha gagal, hendaknya tidak berputus sesungguhnya peran ikhtiar kita, tidak bergerak dan berproses berarti berhentinya roda kehidupan. Perintah Untuk Ikhtiar Banyak ayat Al-Quran maupun hadits yang menyuruh kita untuk selalu berikhtiar, baik yang bersifat perintah secara tegas maupun yang bersifat motivasi. Adapun dalil-dalil yang mewajibkan manusia untuk berikhtiar antara lain sebagai berikut Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA Jakarta, Djambatan 1992 410 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, Jakarta IAIN Press, 1992 Mu‟ammar, “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, 37. Zurnalis, IKHTIAR DAN UPAYA MANUSIA KASAB DENGAN KEKUASAAN ALLAH, Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa Jakarta Sinergi Peersadatama Foundation, 2010, 252 Ismatu Ropi dkk, Pendidikan Agama Islam di SMP dan SMA Jakarta; Kharisma Putra Utama,201259-61 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”“Dan katakanlah "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir". “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.”“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari kesalahan dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya."Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka , agar mereka kembali ke jalan yang benar.”“ Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang -orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”Dari makna ayat diatas, dimaknai bahwa semua perbuatan manusia akan dinisbahkan kepada mereka sendiri, dan semua yang menimpa dalam hidup mereka adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Atas dasar ini, manusia dalam pandangan Al-Quran adalah makhluk bebas dan berikhtiar. Manusia diberikan kebebasan dan hak sendiri untuk menentukan pilihan perbuatan dan kehendaknya diantara yang baik dan buruk. Manusia bahkan dikatakan di back-up sepenuhnya oleh al-Quran dalam kebebasan memilih apa yang menjadi suka Ar-Ra‟d 11 QS. Al-Jumu‟ah 10 QS. Al-Insan 2 -3 QS. Ali Imran 145 QS. Al-Kahfi 29 QS. Asy-Syura [42] 30 QS. An-Nisa [4] 79 QS. Al-Baqarah [2] 286 QS. Ar-rum [30] 41 QS. Fussilat [41] 40 Za‟ba, Falsafah Takdir Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Kewajiban Ikhtiar dan Hubungannya dengan Takdir Berbicara soal Ikhtiar, tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang takdir. Kita sebagai muslim wajib beriman kepada qada dan qadar, artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah mennetukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan qadha dan qodar, Rasulullah SAW bersabda ; “Dari Abi Abdurrahman Abdullah bi Mas’ud ra, beliau berkata Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapka empat perkara menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” Riwayat Bukhori dan Muslim. Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Dalam bahasa agama, qadha dan qadar sering diucapkan satu, yaitu takdir, walaupun keduanya memiliki maksud yang berbeda. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk, sedangkan qadar merupakan perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Dengan arti ringkas, qadha merupakan ketetapan awal, sedangkan qadar merupakan perwujudan dari qadha yang biasa disebut takdir. Namun, meskipun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Kita tidak boleh sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ”Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ”Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”. Pada masa „Umar pula, beserta rombongan beliau berencana pergi ke suatu desa. Beliau mendengar kabar bahwa di desa yang akan dihampirinya telah mewabah suatu penyakit menular atau Thaun. Akhirnya Sayidina Umar tidak melanjutkan perjalanannya. Keputusan Sayidina Umar ini sempat diprotes oleh sebagian sahabat. Dikatakan, “Hai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari Takdir Allah?” Umar menjawab, “Saya lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, shahih al-Bukhari, kitan Bad‟u al-Khalq, Bab Zikr al-Malaikah, Nomor Hadits 3208 Riyadh Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo‟a. Dengan berdo‟a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas. Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam a. Takdir mua‟llaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. b. Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya. Dengan demikian, tidak tepat jika seseorang merasa pesimis sehingga melalaikan tugas sebagai hamba yang harus taat kepada Allah dengan landasan bahwa surga dan neraka telah ditentukan. Bisa jadi, karena keengganannya untuk beribadah itulah yang merupakan bagian dari jalan ikhtiar menuju takdir masuk neraka. Demikian pula ketika berbuat taat yang merupakan bagian dari ikhtiar menuju takdir masuk basa „Umar bin Khathab, “Lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain”.Kita memang harus meyakini bahwa semua yang terjadi atas diri kita adalah karena takdir Allah, namun paham takdir tidak dapat kita gunakan untuk hal yang belum terjadi, sikap kita haruslah ikhtiar. Apabila setelah kita ikhtiar sepenuh kemampuan kita namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan atau bahkan gagal, itulah yang dinamakan takdir. Hal ini sejalan dengan pemahaman atas firman Allah “ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”.Kita harus bisa menerima kegagalan tanpa berputus asa. Sebaliknya apabila suatu saat mengalami kesuksesan, kita tidak mengklaim dengan kerdil bahwa itu berkat kita sendiri, berkat kehebatan kita, kemampuan kita dan sebagainya. Semua itu harus dikembalikan kepada Allah. Dengan begitu, kita memiliki jiwa yang sehat, tidak hancur karena gagal, tidak sombong karena berhasil. Masyhuri Mochtar QS. Al-Hadid [57] 22-23 Nurcholis Madjid, ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban, ed. Budhy Munawar Rachman, 1st ed. Jakarta Mizan, 2006, 989. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Unsur yang prinsipil berkaitan dengan ikhtiar adalah niat, Eksistensi niat menjadi pengaruh penting terhadap kualitas ikhtiar. Ikhtiar akan memiliki nilai ibadah apabila diawali dengan niat tulus karena Allah. Karena niat merupakan lokomotif yang akan menentukan sebuah hasil, baik atau tidak, bernilai ibadah atau Ikhtiar dalam Ekonomi Syariah Pengetahuan dalam kajian ekonomi syariah sangat menarik karena didalam ayat Al-Quran terdapat ayat ayat yang berkaitan dengan dorangan agar umat manusia mencari, memanfaatkan, dan mengelola ekonomi secara benar. Demikian pula didalam hadits Rasulukkah SAW terdapat matan yang berkenaan dengan perintah mencari rezeki ikhtiar melalui pengembangan bidang ekonomi. Konsep ekonomi yang dimaksud tentulah konsep yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, bukan konsep ekonomi yang sekuler dan liberal yang selama ini menguasai dunia tanpa berpedoman pada nilai-nilai agama serta menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan akhirnya menyebabkan terjadinya ketimpangan dan kesenjangan sosial antara kaum yang kaya dan miskin, anatara yang memiliki modal dan memiliki tenaga serta menimbuklan praktik monopoli yang mematikan ekonomi masyarakat yang kurang mampu. Ada empat landasan filosofi Ekonomi islam yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan serta pertanggungjawaban. Filosofi Tauhid menegaskan pandangan bahwa semua yang ada merupakan ciptaan Allah SWT, dan hanya dia yang mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme hubungan antara manusia, cara memperoleh rezeki, dan sebagainya. Karena semua sumber daya yang ada di langit dan dibumi adalah milik Allah, maka kita hanya bisa berikhtiar menggunakan sumber daya tersebut sesuai dengan ketentuan Allah SWT, termasuk pada aktivitas ekonominya. Filosofi keadilan dan keseimbangan menegaskan bahwa seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan, yakni menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan serta kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan adalah suatu keadaan yang mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan pendistribusian, dan antara pendapatan kaum yang mampu dan kurang Kebebasan mengandung arti bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivitas ekonominya sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya. Disinilah manusia dibebaskan berikhtiar dan dibebaskan memilih dua jalan yang terbentang dihadapannya, yaitu jalan yang baik dan jalan yang buruk. Dengan adanya kebebasan ini, maka manusia dapat melakukan suatu pekerjaan atas pilihannya sendiri, dan karenanya ia akan bertanggung jawab atas pilihannya itu. Manusia yang baik menurut Allah SWT adalah manusia yang dapat menggunakan kebebasannya dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan, serta memaknai kebebasan adalah anugerah dari Allah SWT, dan dia tidak tunduk pada siapapun kecuali kepada Allah juga bebas memilih Asep Yudi and Yana Suryana, MUSLIM KAYA, PINTU SURGA TERBUKA Bandung Ruang Kata, 2013, 43. Abuddin Nata, STUDI ISLAM KOMPREHENSIF, ed. Fauzan, 1st ed. Jakarta Kencana, 2011, 451 Lihat QS. Ar-Rad 36 “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi dan Nasrani yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru manusia dan hanya kepada-Nya aku kembali". Dan QS. Luqman 32. “Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan bidang usaha yang diminatinya, dan hal inipun telah dijelaskan dalam firman Allah pada Surah Al-lail 4 .Memilih sesuatu yang terbaik adalah kebebasan yang sejati, dan untuk melakukannya seseorang dituntut untuk mengetahui mana yang baik dan buruk. Sedangkan memilih sesuatu yang buruk adalah pilihan yang jelas berdasarkan kejahilan dan bersumber dari aspek-aspek tercela nafsu berikhtiar berarti kebebasan untuk melakukan upaya memilih sesuatu yang tebaik, atau bebas berusaha meraih yang terbaik diantara berbagai macam kebaikan. Kebebasan yang tidak mengandung kebaikan, tidak selaras dengan ide kebebasan dalam islam. Karena kebebasan dalam islam berlandasan pada aturan agama. Filosofi pertanggungjawaban menegaskan bahwa implikasi dari kebebasan menentukan jalan hidup dan bidang usaha ekonomi yang dilakukan pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan secara sosial, etik dan moral. Konsep tanggung jawab ini lahir karena adanya konsep kebebasan. Hasil dari ikhtiar manusia ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, hal ini dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW sebagai berikut Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat halusianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa digunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa digunakan, dan ilmunya untuk apa digunakan HR. Abu Daud Islam adalah ajaran yang bertujuan mengantarkan manusia kepada tujuan hidupnya yaitu falah, yang berarti kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Hal itulah yang disebut kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat, secara bersama-sama dan saling berkaitan. Kebahagiaan hidup didunia harus menjadi sarana untuk mencapai kehidupan di akhirat, dan harapan kebahagiaan di akhirat harus menjadi landasan motivasi dalam melakukan kegiatan di dunia yang didasarkan pada petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Terpisahnya kedua macam tujuan hidup ini akan melahirkan kehidupan yang timpang atau berat sebelah, sehingga tidak mencapai kebahagiaan hidup yang seutuhnya. Sehingga dapat dikatakan, semua yang kita lakukan di dunia ini adalah ikhtiar untuk mencapai falah. Falah dapat terwujud apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan maslahah. Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material dan non material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Salah satu indicator dalam kebahagiaan hidup adalah terpenuhinya kebutuhan yang bersifat material, seperti sandang, rumah dan kekayaan lainnya yang sering kita kaji ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar”. “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”. QS. Al-lail 4 Wan Mohd Nor Wan Daud, FILSAFAT DAN PRAKTIK PENDIDIDIKAN ISLAM SYED M. NAQUIB AL ATTAS Bandung Mizan, 2003. 102 Khumaidi, “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia,” 38. Nata, STUDI ISLAM KOMPREHENSIF, 411 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan dalam ilmu ekonomi. Terpenuhinya kebutuhan material inilah yang disebut dengan sejahtera. Semua hal yang diperoleh didunia dan akhirat adalah akibat adanya ikhtiar manusia, dan ikhtiar harus selalu ada pada setiap aspek di hidup seorang muslim, termasuk aspek perekonomian yang mendominasi kehidupan manusia sehari-hari. Menurut as-Shatibi, maslahah dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama dien, jiwa nafs, intelektual „aql, keluarga dan keturunan nasl, dan material maal. Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia didunia dan di akhirat. Jika salah satu dari kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, atau terpenuhi dengan tidak seimbang, biscaya kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna. Agama dien merupakan pedoman manusia dalam melakukan usaha secara benar, dengan berpegang teguh pada ajaran agama Islam yang berfungsi untuk menuntun keyakinan, memberikan ketentuan atau aturan berkehidupan serta membangun moralitas manusia. Kehidupan jiwa-raga nafs adalah ladang amal yang akan dipanen di kehidupan akhirat nanti. Apa yang akan kita peroleh diakhirat, tergantung pada apa yang kita lakukan didunia. Tugas manusia adalah mengisi kehidupan dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mendapatkan balasan pahala atau dosa dari Allah SWT. Segala sesuatu yang dapat membantu eksistensi kehidupan seharusnya menjadi kebutuhan dan sebaliknya segala sesuatu yang mengancam kehidupan pada dasarnya harus dijauhi. Didalam Al-Qur‟an terdapat ayat yang memerintahkan manusia untuk mencari rezeki atau harta maal, bukan hanya untuk kebutuhannya pribadi, namun juga untuk ibadahnya. Selain untuk pemenuhan sandang, pangan dan papan demi kelangsungan hidupnya, hampir semua ibadah memerlukan harta, misalnya zakat-infak-sedekah, haji, menuntut ilmu, membangun sarana peribadatan, dan lain-lain. Tanpa harta yang memadai, kehidupan akan menjadi susah, termasuk menjalankan ibadah. Ikhtiar berhubungan erat dengan pengetahuan seseorang, karena ikhtiar itu memilih kemungkinan yang terbaik. Semakin luas pengetahuan orang, maka semakin banyak pilihan yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin sempit pengetahuan seseorang, maka pilihannnya pun semakin sedikit. Untuk memahami alam semesta dan ajaran agama dalam Al-Quran dan hadits, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan „ilm. Apabila kurang ilmunya, diibaratkan seseorang itu hanya memiliki satu alternative, maka dia hanya dihadapkan pada dua pilihan berhasil atau gagal dengan kemungkinan hanya 50%. Sebaliknya kalau dia harus memilih satu dari seratus kemungkinan, maka kemungkinan untuk berhasil juga seratus kali secara dalam mencapai falah, manusia dihadapkan dengan banyak permasalahan, salah satunya adalah kelangkaan sumber daya resources. Padahal Allah telah menjamin bahwa alam semesta ini tercipta dengan ukuran yang cermat dan akurat sehingga memadai untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk-Nya. Disinilah Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI, EKONOMI ISLAM, 1st ed. Jakarta Rajawali Pers, 2009, 1. Sejahtera diterjemahkan dari kata prosperous yang berarti maju dan sukses, terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia hapinnes memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual Lihat QS. Al-Jumu‟ah [62] 10 Madjid, ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban, 988. Lihat QS. Luqman 20. “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan manusia diuji potensinya untuk menggali dan mengelola alam semesta ini agar falah Kelangkaan yang terjadi terhadap sumber daya adalah “kelangkaan relatif” yang disebabkan beberapa faktor antara lain 1. Ketidakmerataan distribusi sumber daya. Allah menciptakan bumi dengan keberagaman sumber daya alam, contohnya ada daerah yang kaya minyak bumi dan ada yang tidak. Hal ini memungkinkan manusia untuk melakukan inovasi agar kebutuhannya terpenuhi. 2. Keterbatasan manusia, menyebabkan sumber daya yang dimiliki tidak dapat diolah secara optimal, sehingga tidak cukup memberikan kesejahteraan. 3. Konflik antar tujuan hidup antara tujuan duniawi dan akhirat. Adakalanya kebahagiaan akhirat hanya dapat diraih dengan mengorbankan kebahagiaan dunia, demikian sebaliknya. Contohnya, jika seseorang mengambil hak orang lain, kemungkinan dia akan memperoleh kesejahteraan didunia, tetapi menurunkan kesejahteraan di akhirat. Peran ilmu ekonomi syariah sesungguhnya adalah bagaimana ikhtiar manusia mengatasi masalah kelangkaan relatif ini, sehingga mencapai falah dengan tiga aspek dasar yaitu konsumsi, produksi, dan distribusi. Konsumsi, yaitu bagaimana usaha manusia untuk memutuskan komoditas apa yang diperlukan, dalam jumlah berapa dan kapan diperlukan dari banyak pilihan-pilihan alternatif sehingga maslahah dapat terwujud. Produksi, yaitu bagaimana cara konoditas itu dibuat. Hal ini berhubungan dengan siapa yang membuat, teknologi apa yang dipakai, sehingga maslahah dapat terwujud. Distribusi, yaitu bagaimana usaha manusia sehingga komoditi tersebut dapat digunakan oleh masyarakat secara adil sehingga menghasilkan kesejahteraan yang hakiki. Jika manusia menyadari pentingnya falah, maka ia akan selalu berusaha mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai falah tersebut. Ekonomi islam dibangun atas dasar perilaku individu yang rasional islami dan dibangun atas aksioma-aksioma yang diderivasikan dari agama islam. Secara garis besar sebagai berikut a. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah, sehingga seseorang akan selalu memilih kegiatan ekonomi yang memiliki maslahah lebih besar dan tingkat kebahagiaan lebih tinggi. Selain itu, mereka akan selalu mengupayakan tingkat maslahah tersebut terus meningkat sepanjang waktu. Contohnya, apabila seseorang mengalami sakit, maka maslahah hidupnya akan menurun, dia akan berusaha mengobati sakitnya. Selain itu dia juga rela melakukan beberapa pengorbanan seperti olahraga teratur atau membeli vaksin agar tidak jatuh sakit lagi dan lebih sehat dimasa yang akan datang agar maslahah hidupnya semakin meningkat atau paling tidak tetap. b. Setiap pelaku ekonomi akan selalu berusaha tidak melakukan kemubaziran non-wasting dan berusaha memilih alternative yang memiliki kompensasi sebanding. kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” QS. Al-Furqan 2. “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaanNya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” Lihat QS. Al-Baqarah 30. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI, EKONOMI ISLAM, 9. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan c. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimumkan resiko risk aversion. Resiko yang worthed akan diterima apabila resiko tersebut lebih kecil daripada manfaat yang akan didapat, namun resiko unworthed sebaiknya dihindari. d. Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidak pastian, sehingga e. Setiap pelaku ekonomi berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan resiko. Penutup Dilihat dari pemikiran teologi, kata yang menyangkut iradah manusia dalam melakukan perbuatan dan kebebasan berusaha hanya dikenal kata ikhtiar, sunatullah, qadla dan takdir. Ikhtiar menjadi penting bagi manusia, karena dalam pandangan Al-Quran, manusia adalah makhluk yang diberikan akal dan kebebasan memilih mana yang ingin dilakukannya, perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Semua perbuatan manusia akan dinisbahkan kepada mereka sendiri, dan semua yang menimpa dalam hidup mereka adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Apabila setelah kita ikhtiar sepenuh kemampuan kita namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan atau bahkan gagal, itulah yang dinamakan takdir. Dapat dikatakan semua ikhtiar yang dilakukan manusia adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang disebut dengan falah, demikian pula dalam aspek ekonomi. Falah merupakan tujuan hidup manusia yang dapat dicapai apabila terpenuhinya maslahah. Maslahah akan terpenuhi apabila manusia dapat mengatasi “kelangkaan relatif” terhadap sumber daya dengan berpedoman pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Perilaku Ekonomi yang rasional islami dalam setiap ikhtiar tentulah akan memenuhi maslahah manusia dan akhirnya akan membawa manusia mencapai falah. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Al-Karim Amin, Ahmad, AL -AKHLAQ, Terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma‟ruf, Etika ilmu Akhlak. Jakarta Bulan Bintang, 1995 Aqqad, Abbas Mahmud, FILSAFAT QUR‟AN Filsafat, Spiritual, dan Sosial dalam Isyarat Qur‟an, Cet. II, Jakarta Pusraka Firdaus, 1996 FORDEBI, ADESy, EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta Rajawali Pers, 2016. Khumaidi. “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia.” UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban. Edited by Budhy Munawar Rachman. 1st ed. Jakarta Mizan, 2006. Mochtar, Masyhuri, Hubungan Takdir dan Ikhtiar Mu‟ammar. “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran.” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Nasution, Harun dkk, ENSIKLOPEDIA ISLAM INDONESIA .Jakarta, Djambatan 1992 Nata, Abuddin. STUDI ISLAM KOMPREHENSIF. Edited by Fauzan. 1st ed. Jakarta Kencana, 2011. Nor Wan Daud, Wan Mohd. FILSAFAT DAN PRAKTIK PENDIDIDIKAN ISLAM SYED M. NAQUIB AL ATTAS. Bandung Mizan, 2003. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI. EKONOMI ISLAM. 1st ed. Jakarta Rajawali Pers, 2009. Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, Jakarta Sinergi Persadatama Foundation, 2010. Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, Jakarta IAIN Press, 1992 Yudi, Asep, and Yana Suryana. MUSLIM KAYA, PINTU SURGA TERBUKA. Bandung Ruang Kata, 2013. Zurnalis, IKHTIAR DAN UPAYA MANUSIA KASAB DENGAN KEKUASAAN ALLAH, ... In the Arabic dictionary, an endeavor is a verb form that has the meaning of choosing. In other words, endeavor is the power of an individual to be able to make choices for himself, whereas the word endeavor has the meaning of an individual's self-awareness in achieving what he wants in his life Rosmanidar 2019. In other terms, it is explained that an endeavor is a real effort by putting all the energy, mind, and heart to be able to get what is desired Saffan 2016. ...IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup ManusiaAkhlak KhumaidiRofa"ah, Akhlak, dalam Khumaidi," IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup manusiaSyamsul HadyKhumaidi DalamM Syamsul Hady, dalam Khumaidi," Ikhtiar dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup Peersadatama FoundationSolichinHmi Candradimuka MahasiswaSolichin, HMI Candradimuka Mahasiswa Jakarta Sinergi Peersadatama Foundation, 2010, 252Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan EngkauQ S LihatLihat QS. Al-Baqarah 30. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi PemikiranMuMu"ammar. "Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran." UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas PeradabanQ S LihatLuqmanLihat QS. Luqman 20. "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban. Edited by Budhy Munawar Rachman. 1st ed. Jakarta Mizan, 2006. Mochtar, Masyhuri, Hubungan Takdir dan Ikhtiar
DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember.
Data lengkap tentang Apabila Usaha Atau Ikhtiar Kita Gagal Sebaiknya Kita Bersikap. Sikap Qanaah Republika Online Sumber 5icg2014 Partnership Islamic Banking And Finance Sumber Harian Nasional By Harian Nasional Issuu Sumber 5icg2014 Partnership Islamic Banking And Finance Sumber Aqidahakhlakkelas5sem1 170607184225 Sumber A Comprehensive Indonesian English Dictionary Sumber Itulah yang dapat kami bagikan terkait apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap. Admin dari blog Seputar Usaha 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap dibawah ini. Mendampingi Anak Masuk Smk Sekolah Menengah Kejuruan Sumber Mentorbisnis Pictures Videos Similar To Konsultanjogja Sumber Mq Pedia Page 2 Radio Mqfm Bandung Sumber Jodoh Bisa Datang Dengan Cara Tak Terduga Bagi Yang Sabar Sumber Mencari Sejarah Tun Mutahir Tun Ali Bendahara Seri Maharaja Sumber Fatwa Ulama 2 Memberikan Suara Dalam Pemilu Sumber Susan Susanti Nasa Posts Facebook Sumber Doaku Tak Kunjung Dikabulkan Konsultasi Agama Dan Tanya Sumber Bioeconomy Sumber Tips Menghadapi Usaha Yang Sedang Sepi Halaman All Kompascom Sumber Stevens Schmidgall Tellings 2010 A Comprehensive Indonesian Sumber 8 Cara Ini Bebaskan Anda Dari Perceraian Yang Menyedihkan Sumber Rezeki Mesti Dicari Bukan Hanya Duduk Bertawakal Sumber Pdf Kamus Bahasa Indonesia Rizfa Carolin Academiaedu Sumber Doa Nabi Ayyub Ketika Ditimpa Penyakit Sumber Sekian penjelasan yang bisa admin berikan mengenai apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap. Terima kasih telah berkunjung ke blog Seputar Usaha 2019. Buka website sumber untuk pembahasan lengkapnya.
apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap